31 March 2019

The Second Coming of Avarice Chapter 2 - Dasar Bajin*an

Chapter 2 : Dasar bajingan (1)

Saat dia masih kecil, dia mempercayai kalau warna seluruh dunia itu hijau.

Orang-orang berwarna hijau. Jalanan berwarna hijau rumput yang segar. Hewan-hewan berwarna hijau pekat, langit berwarna hijau kekuningan - di mana pun dia memandang, dia menemukan spektrum hijau terpampang di seluruh dunia.

Salah satu kenangan awal yang dimilikinya, adalah dia berkunjung ke kebun binatang setempat bersama ibu dan saudara-saudaranya.

Bukannya berjalan untuk melihat ke dalam kandang, dia naik bus wisata bersama ibunya. Busnya kemudian memasuki safari buatan. Kantong kertas berisi daging tergantung di sisi kendaraan.

Kursi tepat di sebelah jendela ditempati oleh kakaknya; sementara paha ibu ditempati alih oleh adik perempuannya, baru berusia dua tahun saat itu. Dia ingat bahwa dia mungkin merasa sedikit sedih pada hari itu, tidak bisa duduk bersama mereka, menjadi anak tengah dan semuanya.

Kemudian, bus berhenti di sebuah lapangan.

Hewan-hewan, binatang buas, perlahan lahan berjalan kesini.

Hewan-hewan yang bersinar dengan warna hijau mulai bersaing untuk mendapatkan makanan. Melihat mereka melompat-lompat mengingatkan bocah itu pada permainan ‘Whack A Mole’1, jadi dia akhirnya terkikik sedikit.

Itu dulu.

Dulu ada satu binatang. Hanya satu. Ia duduk sendirian di atas batu seperti raja yang penuh bangga, ketika sinar matahari yang menyilaukan dan berseri memantul dari kulitnya.

Senyum anak itu terhapus dalam sekejap. Mengapa?

’Warnanya….?'

Tidak seperti setiap makhluk lain yang dia lihat, warnanya bukan ‘hijau’.

Mungkin binatang itu merasakan tatapan bocah itu? Mata binatang itu langsung menatap pada bocah itu.

Bocah itu balas menatap seolah-olah sedang kesurupan, sebelum rasa takut menguasai dirinya.

Dia dengan cepat mengalihkan pandangannya seperti telah diperintah oleh instingnya. Napasnya tersendat-sendat dan sulit. Tangannya bergetar, begitu pula seluruh tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang. Tetapi, bahkan ketika perasaan takut mencengkeramnya dengan kuat, teror yang tidak dapat ditentang oleh anak seusianya, sebuah pertanyaan masih melayang hingga di pikirannya.

Mengapa binatang itu tidak berwarna hijau?

Tidak tidak. aku pasti salah melihat.

Bocah itu menarik napas dalam-dalam, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat keluar lagi.

Kemudian.

Jendela itu bergetar keras.

Hewan itu seharusnya sangat, sangat jauh, namun kapan ia mendekati bus? Dan mengapa hewan itu mengabaikan daging dan hanya tertarik dengan satu jendela saja?

Binatang itu memamerkan taringnya dan berulang kali mencoba mengunyah kusen jendela tepat di sebelah bocah itu.

Bocah itu tidak bisa mengerti apa yang terjadi di sini dalam sekejap mata. Tidak. Tapi dia masih bisa bersembunyi dalam ketakutan.

Aku harus melarikan diri.

Kenapa busnya belum berjalan?

Aku ketakutan. Aku ingin cepat pergi dari sini.

Ibu? Ibu. Ibu! Ibu!!

Tepat saat dia ingin menangis, sebuah tangan yang hangat dan lembut dengan hati-hati menghalau pandangannya,

"Kamu pasti ketakutan kan?"

Suaranya hangat dan lembut seperti angin musim semi.

Kata-katanya hanya singkat, tapi bocah itu langsung merasa santai dan nyaman. Bocah itu melompat ke pelukan wanita ini tanpa melihat ke atas untuk melihat siapa dia.

"Cup, cup cup. Tidak apa-apa, semua baik-baik saja. Sekarang mereka sudah pergi… Ah, busnya berjalan lagi."

Dia dengan lembutnya membelai punggung bocah itu. Tangannya terasa lembut dan sangat halus.

"eh?"

Tiba-tiba, tangannya yang membelai punggungnya berhenti. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah bocah itu, lalu dia mulai mengamatinya dengan penuh rasa ingin tahu, sebelum terkejut.

"Oh, ya tuhan … Benarkah, sekarang…."

Ketika bocah itu memiringkan kepalanya dengan bingung, wanita itu mulai tertawa dengan lembut.

"Matamu. Mereka sangat cantik."

Mataku?

"Iya. Mereka indah. Seperti tujuh warna pelangi. "

Bocah itu menatapnya dengan kesunyian yang membingungkan, tetapi wanita itu hanya menahan tawa lembutnya. Kemudian, dia menghela nafas yang lembut.

“Jika saja kamu sudah besar…. Tidak. Mungkin, mungkin lebih baik jika kau tumbuh dewasa tanpa menyadarinya."

Tak lama, tur safari telah berakhir. Para penumpang mulai turun, satu per satu, tetapi bocah itu tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berpisah dari perempuan itu. Bahkan diaragu-ragu, seolah ada sesuatu dengan bocah itu yang menahannya.

Dia berbisik di telinganya.

"Siapa namamu?"

"namaku, namaku Seol …"

"Seol, namamu? Itu nama yang cantik. "

Dia kemudian menatap bocah yang bergumam itu dan pipinya yang memerah.

“Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu … kalau kau sudah besar…. Jika kita entah bagaimana bertemu satu sama lain lagi di masa depan, maukah kamu ikut denganku? ”

"Denganmu, noona ?"

"Iya. aku pasti menolongmu kalau kau punya masalah."

Meskipun dia tidak bisa memahami konteks janjinya, bocah itu masih menganggukkan kepalanya dalam pelukan wanita itu.

Segera, suara ibu dan saudara perempuannya yang mencari anak itu bisa terdengar.

"Baik, aku berjanji."

Sensasi lembut menyentuk keningnya.

"Semoga kita bertemu lagi, pangeran kecil."

Ketika anak itu keluar dari bus sambil ditemani ibunya, dia terus melihat ke belakang.

Wanita itu tersenyum cerah dan melambaikan tangannya, sampai anak itu hilang dari pandangannya.

Waktu terus berjalan, dan bocah itu menjadi dewasa. Dia telah tumbuh ke titik bahwa kenangan khusus sejak hari itu menjadi samar dan tidak jelas.

Dia kehilangan rasa takut kepada binatang buas setelah dia bertambah dewasa dan mungkin, hanya dengan sedikit kebijaksanaan/kebodohan yang ada di kepalanya. Di sinilah ia mulai dengan sungguh-sungguh meneliti kekuatan yang unik.

Apa kekuatan yang unik ini?

Mengapa dia memiliki sesuatu yang tampaknya tidak dimiliki orang lain?

Pada akhirnya, dia belum sepenuhnya mengetahui kekuatannya, tapi tetap saja, dia harus memahami kemampuannya melihat dunia dengan warna hijau, yang bisa dinyalakan dan dimatikan sesuka hati.

Angin perubahan menghanyutkannya begitu dia mulai menerapkan kekuatan ini dalam kehidupan sehari-harinya. Namun, ketika kemampuan itu tiba-tiba menghilang, itu adalah hari dimana hidupnya hancur dengan cepat tanpa terkendali.


Seoul-ark Land adalah kasino yang berada di kota Sokcho, di propinsi Gangwon, Korea.

Terlepas dari menang atau kalah, orang-orang tak henti-hentinya menekan tombol play dan membalik kartu-kartu itu, dengan napas kegirangan dan kesedihan tanpa suara bercampur satu sama lain.

“………”

Seorang pria muda menatap meja Blackjack dengan ekspresi tegang terukir di wajahnya. Dia melirik sekilas ke dealer, tetapi hanya mendapat Poker Face tanpa ekspresi.

Pria muda itu menatap meja seperti predator yang menunggu untuk melahap mangsanya, sebelum membuka mulutnya dengan susah payah.

"St… tidak, tunggu!! Double down!"

Seolah-olah si dealer menemukan panggilan ini sebagai jalan keselamatannya dari penantian panjang yang membosankan itu, ia dengan tidak sabar meletakkan tangannya di deck.

Jakun lelaki muda itu naik. Keringat deras mengucur dari dagunya hingga ke punggungnya.

Namun, si dealer mengabaikan kecemasan pria itu, tangannya hanya membalikan kartu.

Hasilnya adalah … pemuda itu memegang kepalanya dengan putus asa.

Sekali lagi, suka dan duka … mereka datang dan pergi.


"Oh, hei. Park hyung, kamu beruntung hari ini?”

“Ohh, Tuan Choi. Halo."

Seorang lelaki berkacamata menggigil di luar kasino dengan sebatang rokok di mulutnya, menggelengkan kepalanya sebagai penyangkalan ketika seorang lelaki berbadan tegap menyambutnya.

"Beruntung? Aku hanya bisa “break even”.2 Bagaimana denganmu, Tuan Choi?”

"Ya aku juga. Tidak ada yang lain selain “break even”. Sepertinya hari ini bukan hariku."

“Aku keluar untuk istirahat sebentar. Kepalaku pusing, menatap satu meja berjam-jam. Kupikir angin dingin pagi ini akan membantuku.”

Ketika lelaki berkacamata itu pura-pura sakit, lelaki berbadan tegap itu tertawa kecil.

"Ya, aku mengerti. Aku juga … Hmm? ”

Ketika Tuan Choi memasukkan tangannya ke dalam saku untuk rokoknya, sebuah teriakan keras memecah keheningan pagi itu. Ketika mata kedua pria yang terkejut itu mencari sumber suara itu, mereka akhirnya menemukan seorang anak muda yang tidak terlalu jauh dari mereka, memegang smartphone ke wajahnya.

Tuan Choi sedikit mengernyit, sebelum sedikit memiringkan kepalanya.

"Dia terlihat familiar, kan?"

"Siapa?"

“Pria itu, dengan telepon di sana. kau tahu siapa itu? "

"Oh, dia? Ya aku tahu. Seingatku dia datang ke sini bahkan lebih lama darimu, Tuan Choi. Jika tidak salah, pertama kali aku melihatnya mungkin sekitar tiga, empat tahun yang lalu. "

Dalam hati Choi berpikir bahwa memang, Park hyung sudah lama berada di sini. Dia kemudian menatap pemuda itu dengan ekspresi agak terkejut.

"Tiga, empat tahun? Meskipun dia sangat muda?"

"Ya…. Tidak yakin apakah dia berusia pertengahan 20-an sekarang. Bocah itu, dia dulu sangat terkenal di daerah ini. ”

Tampak penyesalan di wajah Tuan Park saat dia menjilat bibirnya. Sementara itu, Choi hanya mengangkat bahu.

"Benarkah? Aku melihatnya bermain beberapa kali, tapi kupikir dia biasa-biasa saja mainnya"

"Dia seperti itu sekarang, tetapi untuk tahun pertamanya, dia adalah bintangnya. Sial, dulu, beberapa orang bahkan mencoba peruntungan di atas meja yang dimainkan orang itu. ”

"Hah? Berarti dia dulu punya skill? ”

"Tidak, tidak, itu bukan seperti dia memiliki skill yang gila atau tidak … Mungkin bisa dibilang kalau dia tahu persis kapan harus menang dan kalah. Seolah-olah dia tahu persis kapan harus meletakkan segalanya di atas meja untuk menang, Kau mengerti apa yang ku katakan? Dia juga punya aturan ketat yang dia tetapkan untuk dirinya sendiri - dia tidak berlebihan, selalu membawa sejumlah kecil setiap kali dia ada di sini, dan tidak pernah lebih dari itu … Aku tidak pernah merasa kalu dia adalah pecandu3. Pokonya, dia aneh. ”

"Jadi, bagaimana bisa pria seperti itu, berakhir seperti itu sekarang?"

“Aku sendiri juga tidak tahu. Oh benar, Tiba-tiba Dia mengatakan sesuatu tentang tidak bisa melihatnya lagi. Atau, omong kosong semacam itu… "

Park melanjutkan mengisap rokoknya. Pria muda itu masih memegang teleponnya. Dia tampak sangat menyedihkan dan putus asa, seolah-olah dia memohon sesutau.

Choi mendengus hampir mengejek.

"Bagaimanapun, aku tidak suka apa yang ku lihat di sini. Dia sangat muda, tapi dia di sini berjudi, bukannya bekerja menghasilkan uang."

"Yah, selama kamu bisa berjalan, kamu diizinkan di sini, bukan? Selain itu, mari kita jujur ​​di sini. Kamu juga masih muda, ”

"Eiii ~ Aku sudah melewati empat puluh"

“Lagipula, apakah usia itu penting? Kasino ini hanyalah sarang judi rendahan dengan gelar mewah, itu saja. Saat kau menginjakkan kaki ke dalam, kau akan kehilangan sedikit kewarasan."

"Omonganmu benar juga."

Dua pria, merasa agak sakit dan lelah memandangi pemuda itu, mulai berbagi lelucon yang tidak berarti antara satu sama lain.


"Ayah! tolonglah! Ini yang terakhir, jadi tolong, bantu aku sekali ini saja! ”

- "Aku menutup telepon. Jangan menelepon lagi, Anak bajinan!"*

"Tapi, yah!"

Sambungan terputus setelah itu. kata-kata umpatan keluar dari mulut pemuda itu.

"Haah … Aku akan gila di sini."

Dia bahkan kehilangan sedikit uang yang dia kumpulkan.

Yang tersisa di sakunya hanyalah segenggam Chip kasino, dan beberapa uang kecil di dompetnya untuk ongkos taksi. Pikiran kecil namun menggoda, “Haruskah aku pergi dan mencoba slot dan memulihkan apa pun yang aku bisa?” Memasuki benaknya. Namun, jika dia kehilangan uang itu, maka dia harus pulang berjalan kaki.

Matanya memindai daftar kontak di layar ponsel sekali lagi. Ketika nama ‘Yu Seon-Hwah’ muncul, dia bahkan tidak ragu dan memanggil nomor itu. Sayangnya, waktu masih pagi, tidak, masih subuh, jadi tidak peduli berapa lama dia menunggu, tidak ada yang menjawab telepon.

Dia kemudian mengakses aplikasi perbankan untuk memeriksa saldo banknya tetapi itu hanya menambahnya depresi. Dia hanya bisa menghela nafas setelah melihat minus di depan angka.

"Sial. Kenapa kau tak menjawab telepon sialan mu … "

Dia dipenuhi kemarahan untuk waktu yang lama, sebelum tiba-tiba memiringkan kepalanya ke atas untuk melihat langit di atas. Langit fajar masih gelap.

Pemuda ini adalah Seol.

Seol menghela nafas lagi, dan kemudian, mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk memanggil taksi.

"Hei, taksi!"

Taksi berhenti di depan, dan sopir bertanya kepadanya.

"Ke mana?"

Ke Stasiun Gangnam… tidak, tunggu sebentar. Bawa aku ke Stasiun Nonhyeon! ”

"Masuk."

Tak lama kemudian, taksi yang membawa Seol masuk ke kegelapan pagi.


  1. https://en.wikipedia.org/wiki/Whac-A-Mole ↩︎

  2. “Break even” kayaknya istilah di kasino, jadi g aku translate, karna g ngerti poker, takut salah ↩︎

  3. Pecandu disini bukan pecandu narkoba, tapi pecandu judi, ketagihan judi ↩︎

Catatan Penerjemah

Kekuatan melihat dalam hijau apa ya? apakah X-ray? penglihatan malam?

Load comments