31 March 2019

The Second Coming of Avarice Chapter 3 - Dasar Bajin*an (2)

Chapter 3 : Dasar bajing*n (2)

“Aku harus mencari uang modal biar aku bisa ke kasino lagi.” (Seol)

Seol berkeliaran di depan Stasiun Nonhyeon, mencoba mencari tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya, sebelum akhirnya bergerak.

Dia merasa seperti dikelilingi oleh musuh dan rintangan dari semua sisi, tetapi ada satu bukit kecil yang masih bisa dia naiki untuk minta bantuan.


Alarm berbunyi. Menandakan jam - setengah lima di pagi hari. Yu Seon-Hwah perlahan membuka matanya, dan seolah-olah tidurnya telah menyegarkan jiwanya, dia menguap dan merentangkan tubuhnya.

Sinar matahari pagi, berhasil menembus tirai, menerangi bingkai foto kecil yang bertengger di atas biro kamar tidur.

Itu adalah foto lama tujuh orang, termasuk Yu Seon-Hwah dan adik perempuannya. Senyum tipis perlahan mekar di bibirnya saat dia menatap foto itu.

Di dalam foto…. ada Seol ahjussi dengan ekspresinya yang kaku dan tegang, yang memiliki hati yang sangat peduli; istrinya yang selalu memperlakukan Yu Seon-Hwah dan adik perempuannya seperti anak kandungnya, dia selalu memastikan mereka berdua tercukupi kebutuhan sehari-hari mereka.

Bukan hanya itu, didalam photo itu juga ada tiga Seol bersaudara; Anak laki-laik tertua, Seol Wook-Seok, yang sangat mirip dengan ayahnya dengan ekspresi kaku dan dingin, tapi juga mempunyai hati yang hangat; Anak perempuan tertuanya, Seol Jin-Heui dengan kepribadiannya yang terbuka dan easygoing. Dan juga…

Dan seorang pemuda yang tampak lembut dengan senyum di tengah-tengah keduanya. Lalu, di sanalah dia, menyandarkan kepalanya di bahu pria muda ini dan tersenyum begitu cerah.

“……”

Saat dia menatap fotonya, bayangan kegelapan merayap ke kulitnya. Dan ketika dia mengangkat teleponnya untuk melihat jam, bayangan yang menutupi wajahnya menjadi semakin gelap.


“Kau sudah mau pergi? kenapa nggak minum kopi sebelum pergi?”(Yu Seon-Hwah)

“Aku juga pinginnya gitu, Kak. Tapi, aku benar-benar harus pergi sekarang. Aku perlu menyerahkan proyek sialan itu sebelum akhir hari.”

"Ok, ok. Kau tidak melupakakn sesuatu kan? "(Yu Seon-Hwah)

“Ayolah! Aku bukan anak kecil lagi, Kau tahu! Ok, aku pergi sekarang! Sampai jumpa!"

Pintu depan tertutup rapat, dan langkah kaki adik perempuan itu yang bergema di koridor berangsur-angsur menjauh.

Sendirian, wajah Yu Seon-Hwah membawa senyum kecil saat dia menghabiskan sarapannya. Mungkin terinfeksi dari energi dan sikap positif adiknya, dia merasa lebih termotivasi pagi ini. Juga…. selama beberapa hari terakhir, segalanya berjalan sangat baik hingga dia sering berhenti bertanya-tanya apakah dia tidak hidup dalam mimpi atau semacamnya.

Tapi bagaimanapun, dia pasti senang. Jika dia mengabaikan hal kecil, itu.

Setelah selesai sarapan, dia mulai mengepak kotak makan siangnya dengan sisa makanan. Tapi kemudian, dia mendengar langkah kaki yang perlahan-lahan mendekat di koridor, dan tidak bisa menahan tawa. Terdengar ketukan terburu-buru di pintu depan. Dia punya firasat sesuatu seperti ini akan terjadi, jadi dia dengan cepat membuka kunci pintu dan membukanya.

"Aku sudah bilang. Bukankah aku sudah mengingatkan … "(Yu Seon-Hwah)

Yu Seon-Hwah ingin memarahi adik perempuannya, tapi dia tiba-tiba membeku untuk sesaat.

“Kau mengira aku Seung-Hye, kan?”

Orang yang berdiri di depan Yu Seon-Hah bukan adik perempuannya. Pria itu mengenakan pakaian usang dan bobrok, dan seolah-olah dia belum mandi dalam beberapa minggu, dia berbau seperti selokan yang tersumbat. Dan terlihat dia mempunyai mata panda, seolah-olah dia telah begadang sepanjang malam.

“Kamu…. Kenapa kamu di sini?”(Yu Seon-Hwah)

“Hei. Apa kabar? Sudah lama, bukan? Oh, Kapan saja aku kesini, tempat ini selalu dijaga tetap bersih dan rapi.”(Seol)

Seol memaksa masuk ke rumah dan melihat-lihat, sebelum menemukan sarapan sisa di meja makan. Kemudian, dia mengulurkan tangan kotornya, memasukkannya ke mulutnya dan mengangguk sebagai tanda penghargaan.

“Rasanya sangat enak. Aku kelaparan, jadi ini sempurna. Hei, beri aku sarapan. "(Seol)

“……… …”

“Sudah kubilang, beri aku sarapan.”

“Siapa yang menyuruhmu masuk?” (Yu Seon-Hwah)

Pria muda itu, mata Seol terbuka lebih lebar setelah merasakan suaranya yang tak ramah.

“Ada apa?” (Seol)

"Ini rumahku, bukan milikmu. Kau baru saja masuk ke rumah orang lain, bukankah begitu? "(Yu Seon-Hwah)

“Apa yang kamu bicarakan? Selain itu, sejak kapan tempat ini menjadi milikmu? Aku tahu betul bahwa ayahku membayar uang jaminan untuk tempat ini.”(Seol)

"Aku sudah membayarnya kembali secara penuh, namun kamu datang ke sini berbicara tentang ‘uang jaminan’ sekarang? Tidakkah Kau tahu sudah berapa lama sejak aku mengurus hutang itu? Selain itu, bahkan jika itu masih ada, Kau tidak punya hak untuk berada di sini. "(Yi Seon-Hwah)

“… Hei, hei. Kenapa kamu bertingkah seperti ini? Apalagi dengan masa lalu kita bersama? "(Seol)

“Masa lalu kita bersama? Benarkah? ”(Yu Seon-Hah)

Suara Yu Seon-Hah menjadi lebih dingin.

“Berhentilah melamun. Kita tidak lagi punya masa lalu. Aku tidak memiliki hubungan apa pun denganmu. Tidak ada sama sekali. "(Yu Seon-Hwah)

Kata-katanya lebih dingin.

Matanya perlahan menutup, sebelum dia dengan menghela nafas. Kemudian, dengan sedikit Oopsi, dia berbaring di lantai ruang tamu.

"Beri aku sesuatu untuk dimakan, ya? Aku hampir mati kelaparan di sini. Butuh waktu lama untuk berjalan jauh ke sini, Kau tahu. "(Seol)

"Hei!! Aku tidak akan menanggapi lelucoonmu lagi, jadi bangunlah! Bangun dan pergi! Sebelum aku memanggil polisi! "(Yu Seon-Hwah)

Pria muda itu, Seol, mendengus mengejek. Namun, ketika Yu Seon-Hwah benar-benar mengeluarkan ponselnya untuk memanggil polisi, dia buru-buru berdiri kembali.

“Ja, jangan bereaksi berlebihan seperti ini, ayo bicara. Hanya bicara. Aku datang ke sini karena aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Jujur. "(Seol)

"Aku tidak punya sesuatu untuk dikatakan. Jika Kau benar-benar ingin berbicara denganku, maka sebelum itu, pergi ke kasino bodoh itu sekarang dan minta keamanan mereka untuk melarangmu memasuki tempat itu terlebih dahulu. Setelah itu, akan ku pertimbangkan untuk berbicara denganmu lagi. "(Yu Seon-Hwah)

"Oh, ayolah ~. Kenapa begitu serius? "(Seol)

Dia merasa hatinya mungkin meledak dari semua frustrasi dan kesedihan yang terpendam. Yu Seon-Hwah memejamkan matanya. Dia menunduk, dan menarik napas panjang, berat.

“… Keluar.” (Yu Seon-Hwah)

"Janganlah bertingkah seperti ini …? ‘’ (Seol)

Sebelum dia mengakhiri kalimatnya, dia berteriak, cukup keras sampai menusuk drum telinganya. Akhirnya, dia tidak bisa lagi menahan amarah yang tertekan dan meledak.

“Kau pikir aku tidak tahu kenapa kau ada di sini? Kau datang ke sini untuk meminta uang lagi, bukan ?! "(Yu Seon-Hwah)

Seol tersentak ketika dia secara akurat menebak tujuannya.

"Hei, hei. Apa kamu bahkan … "(Seol)

Dia dengan malu-malu mencoba tersenyum dan bergumam. Sayangnya, peristiwa yang mirip dengan ini sudah terjadi sebelumnya. Dan bukan hanya sekali atau dua kali.

Baru empat bulan yang lalu, ketika dia datang menemuinya. Dia berlutut, putus asa memohon-mohon selama berjam-jam dan meminta maaf. Pada saat itu Yu Seon-Hwah memutuskan untuk percaya padanya.

Melihat senyum jelek di wajahnya, perasaan jijik Yu Seon-Hwah yang sebelumnya tidak ada tiba-tiba membuncah di dalam dirinya.

"Aku tidak bisa dan aku tidak akan memberimu sepeser pun. Tidak lagi. Apa yang kau katakan padaku saat itu? ‘Mari kita mulai lagi, dari awal’. Benarkan? Kau pikir aku idiot? Ada apa, bukankah melepaskan uang jaminan kita dulu tidak cukup untukmu?! "(Yu Seon-Hwah)

Yu Seon-Hwah tanpa henti berteriak padanya, sebelum menarik nafas berat. Keringat dan batuk keluar dari tenggorokannya, sekarang serak karena teriakan marahnya yang singkat.

Seol berdiri di sana, benar-benar bingung. Dari luar, dia sepertinya lupa apa yang ingin dia katakan berkat sikapnya yang marah, tetapi setelah dilihat-lihat lebih dekat, ada senyum tipis tapi kejam di bibirnya.

"Kau tahu, aku sudah menjadi pria yang baik dan sabar sampai sekarang, tetapi kamu mulai bertindak seperti ini? Kau itu jalang yang tidak tahu terimakasih… "(Seol)

Perasaan bersalah Yu Seon-Hwah muncul, ‘Apakah aku berlebihan tadi?’ berpikir sesaat setelah mendengar omongannya. Dia bahkan tidak percaya apa yang dia dengar.

"Kau…. Kau barusan panggil aku apa? "(Yu Seon-Hwah)

"Hah. Apakah lubang telingamu semuanya terhalang oleh curak atau apa? Hei kau. Kau pikir aku ini gampang dibodohi… sialan… "(Seol)

Ini adalah pertama kalinya dia mendengarnya bersumpah seperti itu. Kejutan mental yang tiba-tiba ini menyebabkan pikirannya kosong.

“Kamu tahu, kamu seharusnya tidak bersikap seperti ini padaku. Maksudku, saat kau mengalami begitu banyak kesulitan, kau melekat pada ku seperti lalat yang menjengkelkan, namun sekarang, Kau seperti ini? Aku tidak mencoba untuk bertingkah seperti preman, tetapi apakah kau lupa aku merawat mu selama sekolah SMP dan SMA? Hmm? Kau lupa hari-hari ketika Kau tanpa tujuan membuang-buang waktu berkeliaran di jalanan larut malam, menangis dan meminta untuk bertemu orang tuamu yang sudah meninggal? Aku masih ingat hari-hari ketika adikmu datang kepadaku, menangis dan bertanya dimana kau berada dan aku akan pergi mencarimu sepanjang malam. "(Seol)

Rasa keji dan menjijikkan menyumbat tenggorokan Yu Seon-Hwah. Dia mencoba menahannya, tetapi sebagai gantinya, matanya menjadi basah dan panas dari perasaan pengkhianatan ini meninju perutnya.

“Kau ingat ketika kau tidak punya uang tetapi masih ingin pergi ke luar negeri untuk belajar? Bukankah aku menunda sekolah, hanya supaya kau bisa menggunakan biaya masuk ku untuk biaya masukmu, sebagai gantinya? Dan setelah kau pergi ke luar negeri, bukankah aku terus mengirimimu lebih banyak uang yang ku peroleh dari pekerjaan paruh waktu yang ku ambil, sehingga kau tidak akan kelaparan di sana? "(Seol)

Itu memang terjadi.

Untuk mengejar mimpinya, dia ingin belajar di luar negeri, tetapi kenyataannya adalah, dia kekurangan uang dan itu adalah mimpi yang mustahil.

Dia tidak bisa memberi tahu siapa pun tentang masalahnya dan terus menderita dalam kesunyian yang sunyi setiap hari. Tetapi pemuda di depannya melangkah maju untuk membantu saat itu.

Dia sangat berterima kasih atas pengorbanannya. Dan dia juga merasa tidak enak tentang hal itu, dia harus menunda sekolahnya, dan menggunakan uang itu untuk membantunya.

Dia adalah tipe orang seperti itu. Dia bisa diandalkan, dia peduli padanya yang terdalam, dan dia pada dasarnya juga pilar kekuatan yang paling penting. Ketika mereka masuk universitas yang sama bersama-sama, dan ketika dia menembaknya tak lama setelah itu … dia merasa seperti sedang berjalan di atas awan sembilan.

Dia sangat mencintainya. Ketika mereka berjanji untuk menghabiskan sisa hidup mereka bersama, dia pikir tidak ada yang salah dengan mereka di dunia ini dan bahwa kebahagiaan mereka akan bertahan selamanya.

Tapi….

Bagaimana mungkin seseorang berakhir seperti ini? Konspirasi apa yang bisa menghancurkan pria ini sedemikian rupa?

Yu Seon-Hwah berdiri di sana dan bergetar seperti daun yang sendirian di pohon. Dia mengendus pelan, sebelum tiba-tiba mengangkat kepalanya. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia sudah tenang, tetapi lubang hidung dan matanya masih lembab dan bengkak.

“… dasar kau bajin*an.” (Yu Seon-Hwah)

“A, apa?”

Seol berhenti berpura-pura marah dan mulai tergagap, lalu. Alih-alih marah, dia malah terperangah. Kenapa? Karena, dia tahu betapa Yu Seon-Hwah benci bersumpah serapah. Dia tidak pernah sekali pun mengucapkan satu kata kutukan seumur hidupnya.

“Berapa semuanya?” (Yu Seon-Hwah)

Suaranya yang sedikit menangis terdengar mantap. Seolah olah dia sudah mantap mengambil keputusan

“Eh?” (Seol)

“Berapa semuanya? Uang yang kau berikan kepada ku saat aku pergi ke luar negeri. "(Yu Seon-Hwah)

"Uhm … Biaya masuknya seperti, 500 ribu? Dan dari pekerjaan paruh waktu, mungkin sekitar 200 ribu? "(Seol) (TL: Dalam mata uang Korea.)

"Aku akan membayar biaya pendaftaran kembali ke ayahmu. kau mungkin sudah memberiku uang, tapi itu adalah uang ayahmu. Untuk uang yang 200, ini uangnya. "(Yu Seon-Hwah)

Yu Seon-Hwah berbicara dengan singkat seolah-olah dia memuntahkan api dengan setiap kata dan segera menghidupkan teleponnya.

"Aku sudah mengirimnya. Pas 200 ribu, jadi periksalah. ”(Yu Seon-Hwah)

Seol mengeluarkan batuk palsu, dan dengan hati-hati mengeluarkan ponselnya. Dan setelah memeriksa saldo banknya, dia tidak bisa menahan senyum senang.

“Wow, kamu punya banyak uang sekarang, bukan? Berapa banyak yang kau hasilkan sebulan? ”(Seol)

“Apakah kita sudah selesai sekarang?” (Yu Seon-Hah)

Dia entah bagaimana meremas suara itu, sekarang basah dengan lebih banyak air mata. Mendengar kata-katanya yang terdengar tidak menyenangkan, perasaan senang menghilang segera dari benak Seol. Tapi, dia masih mengangkat bahu setelah mengalihkan pandangannya ke arahnya.

“Hei, Aku tidak pernah meminta uangmu kan? Jika orang lain mendengarmu, mereka mungkin berpikir aku mencoba mencuri darimu.”(Seol)

"… Dengan ini Aku sudah selesai membayar semua hutangku. Kan? Setiap sen? "(Yu Seon-Hwah)

“Yah … kurasa?” (Seol)

“Jika kau sudah mengonfirmasinya, sekarang keluarlah. Kita tidak ada ikatan lagi. Bahkan hutangku sudah lunas.”(Yu Seon-Hwah)

“Jangan memulai lagi?” (Seol)

Pada akhirnya, Yu Seon-Hwah tidak bisa menahannya lagi, dan jatuh ke lantai dengan berlutut. Melihatnya mati-matian menahan air matanya, Seol dengan kasar menggaruk rambutnya yang berminyak dan tidak terawat.

"Baik. Aku akan pergi. "(Seol)

Seol masih memakai sepatu; dia buru-buru meninggalkan rumah itu seolah-olah dia adalah pencuri yang melarikan diri dari TKP, takut kesalahannya terungkap. Namun, rasa keberhasilannya setelah mendapatkan uang tunai hanya berlangsung selama beberapa detik saja.

SFX untuk ratapan sedih seorang wanita

Ketika dia mendengar ratapan tertahan namun patah hati datang dari balik pintu yang tertutup, Seol tiba-tiba merasa seperti seorang bajing*n.

Dia berlari ke luar gedung dan menatap langit di atas. Seperti biasa, langit pagi berwarna biru. Itu adalah hari yang jelas dan tak berawan, itu berhasil membangkitkan rasa jengkel yang dalam di hatinya.

Lalu, semua rasa lelah dan penat terasa tiba-tiba.

Dia mengisi perutnya yang kosong dengan makanan yang dibeli dari sebuah toko, dan kembali ke kamar sewaannya. Setelah menyalakan lampu, dia langsung jatuh ke atas selimut yang berdebu, dan menutup matanya.

… Jumlah waktu yang tidak diketahui telah berlalu.

Matahari tengah hari akhirnya bergerak ke barat, dan cahaya ambar dari cakrawala baru saja akan ditelan oleh kegelapan yang merambah.

Wuoong!

Tiba-tiba, getaran tidak jelas berdengung di udara, dan kemudian, riak melingkar terbentuk di tempat itu.

Riak-riak itu secara bertahap berkumpul ke satu titik, lalu dalam sekejap, berubah menjadi benda biru. Dan seolah-olah itu adalah kekasih yang mencium kekasihnya sebagai ucapan selamat tinggal, itu jatuh dengan lembut ke dahi Seol yang tertidur.

Tidak butuh waktu lama, tetapi benda biru itu perlahan tenggelam di bawah kulitnya seolah-olah tenggelam di bawah permukaan air.

Dan kemudian, itu terjadi.

Tersentak.

Tubuhnya yang diam bak orang mati tiba-tiba bergetar dan tersentak.

“!!”

Tiba-tiba Seol membuka matanya.

Catatan Penerjemah

Baji*gan bener nih cowok. . . Udah putus, uang yang dikasih diminta lagi. . . kalean jangan sampe kayak dia.

Yang gwe gak suka dari novel korea sama jepang itu kebanyakan gaya penulisannya g dikasih tahu, ini yang ngomong siapa. ujug ujug ada dialog tanpa penjelasan siapa yang ngomong, pembaca harus tahu karakter masing-masing tokoh biar bisa nebak ini yang ngomong siapa. untungnya raw engnya di kasih tahu ini yang ngomong siapa. Beda sama nove-novel china yang malah terlalu detail ngejabarinnya, ini yang ngomong siapa, suasananya gimana, tempatnya dimana. dialog sebentar pun pasti dijelasin siapa yang ngomong pake sudut pandang orang ke tiga.

Jadwal update gue usahaain seminggu 3 kali, kalo kelebihan itu bonus, kalo kurang ya maaf.

Load comments